Telah kulontar setan tapi betapa berat melawan hawa napsu yang tak karuan lubangnya tak tentu dasarnya
Kerangka bertemu bayang-bayang jendela. Bulan purnama pecah di tangga
Farida lalu mengatakan: akan memetik lagi. Dan dia hilang di antara kucupan-kucupan itu dan getaran-getaran. Dan dia berpacu kuda di tengah hujan.
Aku – kau mencari di celah perbukitan biru-jingga yang ditinggalkan. Kita meneguk dari perbukitan
Dunia gugup di sini. Aku kepak berat yang menyerahkan tubuh kupu-kupuku. Kau temukan garis-garis malam biru yang terpisah menunggu-menunggu.
Sudah larut sekali. Hilang tenggelam segala makna. Dan gerak tak punya arti.
Dan aku bisa lagi lepaskan kisah baru padamu; tapi hanya tangan yang bergerak lantang.